ORGANISASI FORMAL DAN NON FORMAL SERTA MENGATASI KONFLIK DALAM ORGANISASI



A. Pendahuluan
            Dalam kehidupan modern saat ini betapa pentingnya organisasi bagi manusia, sehingga organisasi mendominasi kehidupan manusia. Manusia lahir, hidup dan bekerja tidak dapat terhindar dari organisasi. Seperti halnya manusia pada saatnya akan mengalami kematian, demikian pula dalam alam modern manusiapun tidak bisa menghindar dari keterikatannya dengan organisasi.

            Hal ini membuktikan bahwa organisasi mempunyai perannan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga organisasi dianlisis secara terus-menerus melalui berbagai macam perspective.
            Dan untuk lebih jelasnya, dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas pengertian organisasi-organisasi formal dan non formal serta cara mengatasi konflik dalam organisasi.

B. Pengertian Organisasi-Organisasi Formal dan Organisasi Non formal.
1. Pengertian Organisasi
            Organisasi berasal dari bahasa Inggris yang asal katanya “organize’ dari kata “Organ” yang berarti anggota bahagian-bahagian atau alat. Ada pula yang mengambil dari bahasa latin “Organum” yang artinya bagian.[1]
            Adapula menurut kamus Bahasa Indonesia Lengkap karangan Daryanto, bahwa organisasi adalah “perkumpulan, susunan atau aturan dari berbagai bagian”.[2]




2. Pengertian Organisasi Formal
            Organisasi formal adalah suatu satuan kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi.[3] Dengan kata lain “organisasi formal adalah suatu satuan kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh pihak yang berwenang.[4]
            Berkaitan dengan defenisi tersebut, terdapat indikasi-indikasi dalam kehidupan sekolah, yaitu :
  1. Sekolah sebagai sebuah organisasi, dimana menjadi tempat untuk mengajar dan belajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, terdapat orang atau sekelompok orang yang melakukan hubungan kerjasama, yaitu :
-          Kepala sekolah
-          Kelompok guru dan tenaga fungsional yang lain
-          Kelompok tenaga administrasi / staf
-          Kelompok siswa atau peserta didik
-          Kelompok orang tua siswa.
  1. Sekolah merupakan tempat bergabung atau kumpulan orang-orang sebagai sumber daya manusia dalam satuan kerja masing-masing mempunyai hubungan atau terikat dalam kerja sama untuk mencapai tujuan.[5]

Dimana organisasi sekolah menentukan penempatan murid pemanfaatan kemampuan dan bakat guru-guru dan pengalokasian puisik. Pengaruh organisasi sekolah dipandang oleh guru-guru paling menentukan pengarahan prilaku murid. Namun murid-murid kurang menyadari pengaruh organisasi ini terhadap mereka. Jika ditanya apa yang perlu dirubah dalam organisasi ini, sering mengatakan tidak perlu, mereka merasa segala sesuatu sudah di buat untuk kepuasan mereka, mereka kurang pengetahuan akan hal itu.
            Guru dan murid-murid dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan, termasuk cara pengelompokan, kurikulum rencana phisik, peraturan-peraturan, nilai sikap dan tindakan.[6]
            Adapun cirri-ciri khas organisasi formal adalah sebagai berikut :
a)      Berifat impersonal
b)      Kedudukan setiap individu berdasarkan fungsi masing-masing di dalam satu system hirarki, dengan tugas pekerjaan masing-masing.
c)      Ada relasi formal berlandaskan alasan-alasan ideal dan konvensi yang “zakelijk” dan / atau status resmi dalam organisasi.
d)     Suasana kerja dan komunikasi berlandaskan pada kompetisi atau persaingan dan efisiensi.
Pada organisasi formal, orang melakukan usaha kooperatif mencapai tujuan atau sasaran bersama dibantu macam-macam sumber dan sarana.
Tugas pokok upaya pengorganasasian formal adalah :
a)      Menentukan kelompok / unit-unit kerja
b)      Membagi tugas-tugas kerja
c)      Menentukan tingkat otoritas yaitu kewibawaan dan kekuasaan untuk bisa bertindak secara tanggung jawab.[7]

3. Pengertian organisasi Non formal
            Organisasi non formal adalah “merupakan satuan kerja yang berada diluar sekolah, yang secara potensial dapat membantu dan menggantikan kegiatan formal dalam aspek-aspek tertentu” dengan kata lain, organisasi non formal adalah suatu bentuk kegiatan yang dikerjakan dengan sengaja dan sistematis dengan menyesuaikan kebutuhan yang ada dilingkungan ataupun masyarakat sekitarnya, atau disebut juga dengan satuan kerja yang tidak resmi.[8]
            Jadi kegiatan non formal ini lebih responsive terhadap kehidupan masyarakat, secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan / organisasi non formal ini bertujuan untuk mengembangkan social dan ekonomi baik di kota maupun di desa.[9] Serta membangun rasa memiliki oleh masyarakat, membantu, mendorong, mengembangkan sikap inovasi sekolah dalam melaksanakan tugas pendidikan.[10]
            Oleh karena itu, makin majunya satu masyarakat akan pentingnya pendidikan anak-anaknya, maka merupakan kebutuhan vital bagi sekolah dan masyarakat untuk menjalin kerjasama. Kerjasama tersebut dimaksudkan demi kelancaran pendidikan di sekolah pada umumnya dan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada khususnya.
            Dimana hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses kemunikasi antara sekolah dengan masyarakat dengan maksud meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama warganya dalam usaha memperbaiki sekolah.[11]

C. Konflik Dalam Organisasi
            Adapun yang dimaksud konflik menurut Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, karangan Daryanto, bahwa konflik adalah suatu pertentangan, percekcokan, perselesihan, ketidaksamaan pendapat / pandangan.[12]
            Sedangkan pengertian yang senada, bahwa konflik adalah oposisi, interaksi yang antagonistic atau bertentangan, benturan antara macam-macam paham, perselisihan, kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang.[13]
            Adapula jenis-jenis konflik dalam kehidupan organisasi adalah ;
  1. Konflik dalam diri sendiri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
  2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian.
  3. Konflik antara individu dan kelompok yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kipk kerja mereka.
  4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terhadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
  5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam system perokonomian suatu Negara.[14]

Suatu konflik dapat terjadi karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan. Dan adapun sebab-sebab yang dapat menimbulkan konflik antara lain :
1.      Perbedaan pendapat
Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinyalah yang paling benar.
2.      Salah paham
3.      Salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan.
4.      Perasaan yang terlalu sensitive mungkin tindakan seseorang adalah wajar, tetapi oleh pihak lain hal ini dianggap merugikan.
Jadi, sebab-sebab konflik yang dikemukakan di atas adalah konflik yang terjadi oleh sebab intern. Namun konflik dapat juga terjadi oleh sebab ekstern, yaitu bilamana terjadinya konflik itu karena dipanasi oleh pihak lain secara sengaja maupun tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengadu domba antara pihak-pihak yang konflik tersebut.[15]

D. Cara Mengatasi Konflik Dalam Organisasi
            Dalam suatu organisasi sulit untuk mengetahui batas secara tegas antara persaingan sehat dan konflik. Sebab persaingan meskipun disebut sehat, pada hakekatnya adalah suatu konflik juga. Hanya saja dalam persaingan sehat justru harus menimbulkan efek yang positif, dimana antara pihak-pihak yang bersaing diharap berlaku sportif.
            Jadi, apabila terjadi konflik maka akan timbul pertanyaan bagaimana penyelesaiannya.
Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah tingkat dari konflik tersebut dan akibatnya terhadap tujuan yang hendak dicapai.[16] Konflik bisa berlangsung dalam organisasi dan ditengah masyarakat, dan adapun upaya-upaya untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi / masyrakat luas, antara lain :
  1. Memecahkan masalah melalui sikap kooperatif
  2. Mempersatukan tujuan
  3. Menghindari konflik
  4. Ekspansi dari sumber energi
  5. Memperhalus / memperlunak konflik
  6. Kompromi
  7. Tindakan otoriter
  8. Mengubah struktur organisasi dari struktur individual.[17]
Dan menurut Louis R. Pondy yang dikutip dalam buku Komaruddin, bahwa cara mengatasi konflik dalam organisasi adalah :
  1. Pendekatan tawar-menawar. Model konflik ini berkenaan dengan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan untuk memperoleh sumber-sumber yang terbatas. Strategi untuk memecahkan konflik diantara mereka adalah dengan berupaya untuk menambah sumber-sumber yang tersedia atau mengurangi permintaan dari pihak-pihak yang bersaing tersebut.
  2. Pendekatan birokratis. Model konflik ini berkenaan dengan hubungan-hubungan otoriter vertical dalam suatu struktur hirarki. Konflik terjadi bila atasan berusaha untuk mengawasi bawahan sedangkan bawahan menolaknya. Strategi untuk memecahkan konflik tersebut adalah dengan mengganti peraturan-peraturan birokratis yang impersonal dengan pengawasan personal.
  3. Pendekatan system, yaitu berkaitan dengan masalah koordinasi. Cara mengatasi konflik tersebut adalah dengan mengurangi diferensi tujuan dengan mengubah insentif atau dengan prosedur seleksi latihan atau penugasan yang tepat.[18]

Kemudian cara lain yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik dalam organisasi adalah dengan menggantu tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok, serta mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapoi “ancaman atau musuh” yang sama.
Metoda-metoda penyelesaian konflik lainnya yang sering digunakan yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integrative
-          Dominasi dan penekanan dapat dilakukan dengan cara-cara seperti kekerasa, penenangan, penghindaran.
-          Dan metoda penyelesaian konflik integrative ada 3 jenis metoda yaitu :
o   Konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah mereka, dan bukan mencari kemenangan sesuatu pihak.
o   Konfrontasi dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain.
o   Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi, dapat juga menjadi metoda penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.[19]


E. Kesimpulan
            Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat diambil suatu inti sari bahwa dalam suatu organisasi sulit untuk mengetahui batas secara tegas antara persaingan sehat dan konflik. Sebab persaingan meskipun disebut sehat, pada hakekatnya suatu konflik juga.
            Dan untuk mengetahui konflik seawal mungkin sebenarnya dapat diketahui dari hubungan-hubungan yang ada sebab hubungan yang tidak normal sebetulnya adalah suatu gejala adanya konflik.



[1] Fachruddin. Administrasi Pendidikan, (Bandung : Cita Pustaka Media, 2003),  hlm. 117.
[2] Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997), hlm. 450.
[3] Ernie Tisnawati Sule. Pengantar Manajemen, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 282.
[4] Mahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 134.
[5] Ibid., hlm. 135.
[6] Made Pidarta. Pengelolaan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional, 1997), hlm. 29.
[7] Burhanuddin. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hlm. 105.
[8] Muri Yusuf. Pengantar Ilmu Pendidikan., (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 63.
[9] Ibid., hlm. 64.
[10] Syaiful Sagala. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Multima, 2005), hlm. 158.
[11] Ibid., hlm. 159.
[12] Daryanto. Op. cit., hlm. 374.
[13] Burhanuddin. Op. cit., hlm. 211.
[14] T. Hani Handoko. Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 1999), hlm. 349.
[15] Ec. Alez S. Nitisemito. Manajemen Personalia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1979), hlm. 212.
[16] Ibid., hlm. 213.
[17] Burhanuddin. Op. cit., hlm. 223.
[18] Komaruddin. Manajemen Berdasarkan Sasaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), hlm. 55.
[19] T. Hani Handoko. Op. cit., hlm. 353.

Postingan populer dari blog ini

TO BE AND AUXILIARY VERB

ISLAM SEBAGAI AJARAN, PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN

Etika Guru Terhadap Atasan (Pemimpin)