DAULAH ABBASIYAH


  1. Pembangunan Daulah Bani Abbas
Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Bani Umayah yang telah runtuh di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa daulah ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Keluarga Abbas, Imam Muhammad bin Ali berpendapat bahwa pemindahan kekuasaan dari keluarga yang satu ke keluarga yang lain harus memiliki kesiapan jiwa dan semangat rakyat. Dia menyadari bahwa perubahan secara tiba-tiba, bisa berakhir dengan kegagalan. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemikiran yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melancarkan propaganda (gerakan yang menentang pemerintahan untuk memperoleh kekuasaan) dengan atas nama orang yang terpilih dari keluarga Nabi Muhammad.

Muhammad bin Ali meminta kepada masyarakat pendukungnya untuk membantu keluarga Nabi. Propaganda ini dilakukan dengan cara yang sangat cermat, sehingga banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang tertarik dengan propaganda itu.

Muhammad bin Ali menjadikan kota Kufah dan Khurasan sebagai pusat kekuatan penyebaran propagandanya. Dua kota ini dianggap sangat strategis sebagai benteng pertahanan bila terjadi serangan dari Bani Umayah. Di dalam kedua kota itu banyak bermukim masyarakat Islam yang bukan Arab. Mereka sangat tidak puas terhadap kebijakansanaan pemerintahan Bani Umayah.

Ketidakpuasan masyarakat Muslim yang bukan Arab (‘Ajam) sangat besar pengaruhnya dalam proses kehancuran Daulah Umayah, dan jumlah mereka semakin banyak.

Semula propaganda yang dilakukan Muhammad bin Ali, tidak memakai dan menonjolkan nama Bani Abbas, tetapi menggunakan Bani Hasyim, dengan maksud untuk mencegah perpecahan antara orang syi'ah pengikut Ali dan yang mendukung Bani Abbas, karena kedua golongan itu masih termasuk keluarga Bani Hasyim. Dengan siasat demikian itu, maka propagandanya mendapatkan simpati sangat besar dari berbagai kalangan.

Untuk melaksanakan propaganda itu mereka mengangkat dua belas orang propagandis terkenal, yang disebar ke daerah-daerah Khurasan, Kufah, Irak dan bahkan sampak ke Makkah. Dalam usaha menyebarkan propaganda itu, dijelaskan tujuan mereka, yaitu untuk menuntut keadilan dan kebijaksanaan dan pemerintahan Daulah Bani Umayah di Damaskus.

Di antara propagandis terkenal yang berhasil menarik banyak masyarakat, ialah Abu Muslim Al-Khurasani. Dengan tekad kuat dan kerja keras, ia dapat meyakinkan rakyat Marwa, sehingga mereka berada di pihak Bani Abbas. Setelah itu, Abu Muslim menyambut baiat (Sumpah Setia) rakyat Marwa tersebut. Kemudian ia melanjutkan usahanya ke daerah Khurasan dan daerah-daerah lain di sekitarnya. Di setiap daerah dibentuk perwakilan, sehingga berdatangan orang-orang yang menyatakan sumpah setia kepada keluarga Bani Abbas.

Usaha propaganda yang dilakukan Abu Muslim al-Khurasani membawa hasil yang sangat memuaskan. Banyak masyarakat mendukung gerakan propaganda itu.

Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan pihak Muawiyah, akhirnya Marwan bin Hakam berusaha menyelamatkan diri dari kejaran massa yang sedang mengamuk, menuntut digulingkannya pemerintahan Daulah Bani Umayah. Dengan terbunuhnya Marwan bin Hakam di Fustat, Mesir tahun 132 H / 750 M, resmilah keluarga Abbas menjadi penguasa baru.

Dinasti ini berkuasa selama lebih kurang lima abad, mulai dari tahun132-656 H / 750-1528. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Bagdad. Di antara para tokoh pendiri Daulah Abbasiyah ialah

• Muhammad bin Ali

• Ibrahim bin Muhammad bin Ali

• Abul Abbas As-Shafah

• Abu Ja'far Al-Mansur

• Abu Muslim Al-Khurasani


2. Khalifah Bani Abbas yang Terkenal


Seperti yang telah dijelaskan tadi, bahwa Daulah Bani Abbasiyah berkuasa lebih kurang lima abad, dan dipimpin oleh sekitar 37 orang khalifah. Di antara ke-37 orang khalifah yang terkenal karena kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahannya dalam berbagai bidang, seperti bidang teknologi, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya adalah sebagai berikut

Abu Ja'far Al-Mansur (136-158 H / 754-775 M)

Abu Ja'far Al-Mansur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Ia adalah saudara Ibrahim Al-Imam dan As-Shafah. Ketiganya sebagai tokoh pendiri Daulah Bani Abbas. Abu ja'far Al-Mansur termasuk salah seorang pendiri Daulah Bani Abbasiyah yang sebenarnya, karena dialah yang sebenarnya untuk pertama kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah itu. Jalur-jalur administra pemerintahan mulai dari pusat sampai kedaerah ditata dengan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama yang baik antara Kepala Qadhi, Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos. Dengan demikian, maka pemerintahan pada masa Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur menjadi tertib. Hal ini sangat berpengaruh terhadap system kehidupan masyrakat yang berada di bawah kekuasaan pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Abu Ja'far Al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban islam. Ia adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Dengan kekuasaan dan hartanya dia member dorogan dan kesempatan yang luas bagi para cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang dihasilkan oleh bangsa Romawi telah terlupakan diperintahkan untuk di kumpulkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Ilmu Falak dan Filsafat mulai digali dan dikembangkan pada waktu itu.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Ja'far Al-mansur untuk memajukan Daulah Abbasiyah antara lain ialah

• Penertiban Pemerintahan

Dalam usaha memperkuat kedudukan dan kekuasaan Daulah Abbasiyah, Abu Ja'far Al-Mansur mulai mengadakan penertiban dalam bidang administrasi dan mengadakan kerja sama di antara para pejabat pemerintahan dengan system kerja sama lintas sektoral, seperti kerja sama antara Qadhi dengan Kepla Polisi Rahasia, dengan Kepala Pajak, dan dengan Kepala Jawatan Pos.

• Pembinaan Keamanaan dan Stabilitas Dalam Negeri

Untuk melaksanakan pembinaan dan stabilitas pemerintahan dalam negeri, Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur mengadakan pengamanan terhadap beberapa kelompok yang dianggapnya berbahaya dan mengganggu stabilitas dalam negeri. Di antara kelompok yang di anggap berbahaya adalah kelompok Abdullah bin Ali, kelompok Abu Muslim Al-Khurasani dan Kaum Alawiyin.

• Pembinaan Politik Luar Negeri

Politik luar negeri Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur, yaitu dengan mengadakan serangan terhadap Byzantium, penaklukan ke Afrika Utara dan mengadakan perjanjian kerja sama dengan Raja Peppin dari bangsa Frank. Kerja sama ini dilakukan untuk menghalangi melebarnya kekuasaan Bani Umayah di Andalusia yang dipimpin oleh Abdurrahman Al-Dakhil.

Harun Al-Rasyid (170-193 H / 786-809 M)

Harun Al-Rasyid dilahirkan pada bulan Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi dan ibunya Khaizurran. Waktu kecil ia dididik oleh Yahya bin Khalid Al-Barmaki. Ia menjadi khalifah bulan September 786 M pada usia 23 tahun. Ia menggantikan kedudukan saudaranya Musa Al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah ia dibantu oleh Yahya bin Khalid dan keempat putranya.

Harun Al-Rasyid adalah khalifah ke-6 dari Daulah Abbasiyah. Ia dikenal sebagai penguasa terbesar di dunia pada waktu itu. Ia seorang yang taat beragama, saleh dan dermawan. Ia sering turun ke jalan-jalan di kota Bagdad pada malam hari untuk mengadakan inspeksi melihat keadaan yang sebenarnya untuk membantu kaum yang lemah dan memperbaiki keadaan.

Masa pemerintahan Harun Al-Rasyid adalah masa keemasan Daulah Abbasiyah. Sebab itu, Bagdad menjadi mecusuar kota impian seribu satu malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Di samping itu, keadilan dan kesejahteraan sangat diperhatikan dan selalu diusahakan secara merata.

Wilayah kekuasaanya terbentang luas dari Afrika Utara sampai Hindu Kush, India. Kekuatan militernya sangat dikagumi oleh lawan. Hal ini terbukti waktu mengadakan serangan balasan ke Byzantium yang telah mengingkari perjanjian yang telah disepakati sebanyak 6 kali. Peperangan ini banyak menewaskan tentara Byzantium, kota Matarah dan Enzyra dapat direbut, Cyprus dapat ditaklukkan kembali dan Crette mendapat gempuran yang sangat dahsyat dan akhirnya Byzantium minta damai. Permohonan itu dikabulkan Harun Al-Rasyid dengan sebuah perjanjian, bahwa Byzantium harus membayar upeti yang telah ditentukan sebagaimana perjanjian terdahulu. Hal ini terjadi pada tahun 791 M. Dalam serangan ini, seluruh Byzantium termasuk ibu kotanya Konstatinopel dapat ditaklukkan. Keagungan sejati Khalifah Harun Al-Rasyid terletak pada sikap politik damainya yang selalu terlihat. Hal itu sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan rakyatnya.

Ia mengumpulkan kaum cendikiawan dan para bijak yang mengatur pemerintahan Daulah Abbaiyah. Perdana Menterinya, Yahya Barmaki dengan kasih sayang disebutnya “ayah”, serta keempat anaknya terutama Ja'far dan Fazal, merupakan tokoh penting dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid, sehingga masa pemerintahannya dikenal dalam sejarah dunia sebagai masa kejayaan dunia Islam.

Keadaan Daulah Abbasiyah yang aman membuat para pedagang, saudagar, kaum terpelajar, dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayahnya yang sangat luas itu, membuktikan juga betapa baik dan betapa kuatnya pemerintahan Harun Al-Rasyid. Masjid, Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah Sakit, dan sebagainya didirikan. Semua itu bertujuan unutk kesejahteraan masyarakatnya.

Ibu Harun Al-Rasyid Khaizuran dan isterinya Zubaidah sangat besar sekali jasanya bagi kesejahteraan Negara dan Rakyat. Waktu berkunjung ke kota Makkah dan Madinah yang pada waktu itu rakyatnya sangat menderita kekurangan air, Zubaidah mengeluarkan uangnya sendiri untuk membangun saluran air yang dikenal dengan sebutan “ Terusan Zubaidah” . Saluran itu merupakan bantuan yang sangat penting artinya bagi penduduk kota suci tersebut.

Harun Al-Rasyid sama dengan Abu Ja'far Al-Mansur. Keduanya orang yang sangat cinta ilmu pengetahuan. Khalifah ini melarang kepada tentaranya untuk merusak kitab apapun yang ditemukan dalam medan perang. Ia sangat giat dalam usaha menterjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Dewan penerjemah didirikan secara resmi dan dipimpin oleh seorang Anggota Majelis Ulama yang bernama Yuhana bin Musawaih.

Kitab-kitab kedokteran dari Yunani, kitab-kitab pengetahuan dari Euclides dan lain-lain telah deterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang pada saat itu sudah menjdai bahasa pengantar dari berbagai suku bangsa yang telah memeluk agama Islam dan sekaligus sebagai ilmu pengetahuan.

Ketika Harun Al-Rasyid berkunjuing ke Khurasan, ia menderita sakit. Setelah sekian lama mengalami penderitaan, akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 4 Jumadi al-Tsani 193 H / 809 M. Setelah menjadi khalifah lebih kurang 23 tahun 6 bulan.


Abdullah Al-Makmun (198-218 H / 809-833 M)

Abdullah Al-Makmun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi'ul Awal 170 H / 786 M, bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-Makmun temasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur'an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.

Untuk belajar Hadits, Harun Al-Rasyid menyerahkan kedua puteranya Al-Makmun dan Al-Amin kepada Imam Malik di Madinah. Kedua putranya itu belajar kitab Al-Muwattha, karangan Imam yang sangat singkat, Al-Makmun telah menguasai Ilmu-ilmu kesusateraan, tata Negara, hokum, hadits, falsafah, astronomi, dan berbagai ilmu pengetahuaan lainnya. Ia hafal Al-Qur'an begitu juga menafsirkannya.

Al-Makmun menjadi khalifah setelah saudaranya Al-Amin meninggal dunia, sebagai khalifah yang ke-8 dari Daulah Abbasiyah, Ia terkenal sebagai seorang administrator yang termasyhur karena kebijaksanaan dan kesabarannya. Ia mencurahkan perhatiannya yang besar pada tugas reorganisasi pemerintahan ketika mengalami kemunduran selama pemerintahan Al-Amin. Ia melakukan peninjauan pengurus rumah tangga istana. Ia mengangkat para administrator yang ahli unuk menjadi gubernur di berbagai propinsi dan terus mengawasi langkah mereka.

Al-Makmun membentuk sebuah Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua kalangan masyarakat. Tidak ada perbedaan kelas atau agama, pelayanan masyarakatnya terbuka untuk siapa saja. Para wakil rakyat mendapat kebebasan penuh dalam mengemukakan pendapat dan bebas berdiskusi di depan khalifah.

Al-Makmun mempunya banyak dinas rahasia baik di dalam negeri, maupun di luar negeri terutama di wilayah jajahannya Byzantium. Dengan demikian ia banyak mengetahui berbagai kejadian. Al-makmun terkenal sebagai seorang khalifah yang bijaksana dan pemaaf. Ia sering kali memberikan ampunan kepada para pemberontak, seperti yang dilakukannya terhadap para pemberontak Yaman. Ibrahim, pamannya pernah mengumumkan dirinya sebagai khalifah di Bagdad, sewaktu Al-Makmun berada di Marwa. Setelah ditangkap Ibrahim diampuni dan diberikan kebebasan hidup.

Sikapnya terhadap masyarakat yang bukan agama Islam, sangat toleran sekali. Mereka mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam pembelaan Negara. Mereka diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Ia membentuk sebuah Dewan Negara yang anggotanya terdiri dari berbagai agama, Islam, Kristen, Yahudi, dan Zoroater. Bahkan Sejumlah non muslim pernah menduduki jabatan penting seperti Gibril bin Bakhtishu, seorang sarjana Kristen yang posisi penting di kekhalifahannya.

Wilayah kekuasaan Al-Makmun sangat luas sekali, membentang dari pantai Atlantik di Barat hingga ke Tembok Besar Cina di Timur. Usaha lain yang dilakukan Khalifah Al-Makmun semasa pemerintahannya adalah mendirikan Bait al-Himkah. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara sesama umat Islam(Khilafiyah), ia mengadakan Majlis Munadzarah untuk mendiskusikan persoalan agama yang dianggap sukar dipecahkan. Hasil diskusi itu kemudian disebarkan kepada masyarakat luas untuk diketahui dan kemudian mengamalkannya sesuai dengan hukum Islam.


3. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya.

Pada zaman pemerintahan Daulah Abasiyah, proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa-bangsa Yunani, Romawi dan Persia, serta sumber dari berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika, seperti Mesopotamia dan Mesir.

Di antara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok Mawali atau orang-orang Non Arab, seperti orang-orang Persia. Pada masa itu, pusat-pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya Masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqat Al Jadl, halaqat Al Fiqh, halaqat Al-Tafsir wal Hadits, halaqat Al-Riyadiyat, halaqat lil Syi'ri wal adab, dan lain-lain. Banyak orang dari berbagai suku bangsa yang dating ke pertemuan itu. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya baru lembaga-lembaga non formal yang disebut “ Ma'ahid”. Baru pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid didirikan lembaga pendidikan formal seperti “ Darul Hikmah” yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al-Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah.

Di antara ilmu pengethuan yang berkembang pesat pada masa itu ialah

1. Ilmu tafsir

Pekembangan ilmu tafsir pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah mengalami kemajuan dengan pesat. Tafsir pada zaman ini terdiri dari Tafsir bil Ma'tsur, yaitu Al-Qur'an yang ditafsirkan dengan hadits-hadits Nabi dan Tafsir bil Ra'yi, yaitu penafsiran Al-Qur'an dengan menggunakan akal pikiran.

Di antara para ahli Tafsir bil Ma'tsur adalah

• Ibnu Jarir al-Thabary

• Ibnu “Athiyah Al-Andalusy,

• As Sudai yang mendasarkan tafsirnya kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.

• Muqatil bin Sulaiman yang tafsirannya terpengaruh oleh kitab Taurat.

• Muhammad bin Ishak, dalam tafsirnya banyak mengutip cerita israiliyat.


Adapun para ahli tafsir bil Ra'yi antara lain ialah

• Abu Bakar Asam (Mu'tazilah),

• Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (Mu'tazilah),

• Ibnu Jaru Al-Asady (Mu'tazillah),

• Abu Yunus Abdussalam (Mu'tazillah).

2. Ilmu Hadits

Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama, antara lain

• Imam Bukhari, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan di Bagdad, karyanya antara lain Shahih Bukary (Al-Jamius Shahih).

• Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di Naishabury,. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih).

• Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.

• Abu Daud, karyanya Sunan Abu Daud.

• Al- Nasai, karyanya Sunan Al-Nasai, dan lain-lain.

3. Ilmu Kalam

Ilmu kalam lahir karena dua sebab

• Karena musuh Islam melumpuhakan Islam dengan mempergunakan filsafat pula.

• Hampir semua masalah, termasuk masalah agama, telah berkisar pada polar as kepada pola akal dan ilmu.

Di antara pelopor dan ahli ilmu kalam ialah : Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Allaf, Ad-Dhaham, Abul Hasan Al-Asy'ary dan Imam Ghazali.

4. Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf yaitu ilmu syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia.

Di antara para ahli dan ulama tasawuf ialah

• Al-Qushairy, yaitu Abu Kasim Abdul Karim bin Hawazin Al Qushairy, wafat tahun 465 H. Ia alim dalam ilmu fiqih, hadits, adab, syair dan lain-lain. Karyanya yang terkenal ialah Al-Risalatul Qushairiyah .

• Imam Ghazali, yaitu Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali lahir di Thus tahun 1058 M dan wafat tahun 1111 M. Karyanya yang terkenal ialah Ihya Ulumuddin.

5. Ilmu Bahasa

Ilmu bahasa ialah Nahwu, Sharaf, Bayan, Badi', Arudl, dan lain-lain. Ilmu bahasa pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah berkembang dengan pesat, karena baasa Arab yang semakin berkembang memerlukan ilmu bahasa yang menyelurah. Kota Basrah dan Kufah merupakan pusat pertumbuhan dan kegiatan ilmu bahasa (Ilmu Lughah).

Di antara para ahli ilmu bahasa ialah

• Sibawaih, wafat tahun 183 H. Karyanya terdiri dari dua jilid setebal 1000 halaman.

• Al-Kisai, wafat tahun 198 H.

• Abu Zakaria Al-farra, wafat tahun 208 H. Kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman.


6. Ilmu Fiqih

Para fuqaha yang terkenal antara lain ialah

• Imam Abu Hanifah, karyanya fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Mutaan, dan lain-lain.

• Imam Malik, dilahirkan di Madinah tahun 93 H dan wafat tahun 179 M. Karyanya yang terkenal antara lain ialah Kitab Al-Muwatha.

• Imam Syafi'I, Lahir di Khaza Propinsi Askolah tahun 150 H/767 M, dan wafat di Mesir tahun 820 M/204 H. Di antara karyanya yang tekenal ialah Al Um, Ushul Fiqh.

• Imam Ahmad bin Hanbal, lahir di Bagdad tahun 164 H/780 M, dan wafat tahun 241 H/855 M. Karyanya yang terkenal antara lain ialah : Musnad, yang memuat 2800 sampai 2900 hadits Nabi.

Di samping ilmu-ilmu Naqli yang mengalami kemajuan pesat pada masa kejayaan Islam di dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah, ikut berkembang pula ilmu-ilmu Aqli (rasional). Di antara ilmu-ilmu Aqli yang berkembang pada masa itu ialah

1. Ilmu Kedokteran

Ilmu kedokteran mulai berkembang dengan pesat pada masa akhir Daulah Abbasiyah I, sedangkan puncaknya pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah II, III dan IV.

Daulah Abbsiyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan. Banyak dokter asing yang dipakai untuk praktek dan guru, begitu juga rumah sakit besar dan sekolah tinggi kedokteran banyak sekali didirikan. Di antara para dokter yang terkenal ialah

• Abu Zakaria Yuhana bin Masiwaih, seorang ahli farmasi di rumah sakit Yundishapur

• Sabur bin Sahal, direktur rumah sakit Yundishapur.

• Abu Zakaria Al-Razy kepala para dokter rumah sakit Bagdad.

• Ibnu Sina, karyanya yang terkenal adalah al-Qanun fi al Thibb .


2. Ilmu Perbintangan

Kaum Muslimin pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah mempunyai modal yang besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka mengkaji dan menganalisa berbagai aliran ilmu perbintangan dari berbagai suku bangsa, seperti bangsa Yunani, India, Persia, Kaldan, dan ilmu falak Arab Jahiliyah. Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik para khalifah dan Amir.

Di antara para ahli ilmu perbintangan yang terkenal pada waktu itu ialah

• Abu Ma'syur Al-Falaky, wafat tahun 272 H. Di antara karyanya yang terkenal ialah Isbatul Ulum dan Haiatul Falak.

• Jabir Al-Batany, wafat tahun 319 H. Ia adalah pencipta alat peneropong bintang pertama. Karyanya yang terkenal ialah Kitabu Ma'rifati Mathliil Buruj Arbail Falak.

• Raihan Al-Biruny, wafat tahun 440 H. Di antara karyanya yang tekenal ialah Al tafhim liawaili Shina ‘atit Tanjim.

3. Ilmu Pasti (Riyadhiyat)

Di antara ara sarjana ilmu pasti Islam yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah ialah

• Tsabit bin Qurrah al-Hirany (211-288 H). Karyanya yang terkenal antara lain ialah Hisabul ahliyah.

• Abdul Wafa Muhammad bin Ismail bin Abbas, lahir di Naishabur tahun 328 H. Karyanya yang terkenal antara lain ialah Ma Yahtau Ilaihil Ummat Wal Kuttab min Shinaatil Hisab.

• Sinan Ali Muhammad bin Hasan


Farmasi dan Kimia

Di antara para ahli farmasi dan kimia masa pemerintahan Daulah Abbsiyah ialah Ibnu Baithar. Karyanya yang terkenal ialah Al-Mughni (tentang obat-obatan), Jami' Mufradtil Adwiyah Wa Aghziyah (tentang obat-obatan dan makanan atau gizi), dan Mizanu Thabib.


Filsafat

Setelah kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid dan Al Makmu, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, lahirlah filsafat Islam yang akhirnya menjadi bintangnya dunia filsafat.


Di antara para filosuf terkenal pada masa itu ialah

• Abi Ishak Al-Kindy, seorang filosuf Arab, Karyanya tentang filsafat, ilmu mantiq, handasah hisab, music, nujum dan lain-lain sejumlah 231 kitab.

• Abu Nashr Al-Faraby. Karyanya sebanyak 12 buah.

Ibnu Sina, Ia menghidupkan jejak filsafat Pleno dan Aristoteles.

• Ibnu Bajjah,

• Ibnu Thufail,

• Ibnu Rusyd, dan

• A-Abhnary.


Ilmu Sejarah

Dalam masa pemerintahan daulah Abbasiyah telah disusun buku-buku sejarah dalam berbagai bidang, meliputi manusia dan peristiwa dan lain-lain. Di antara para sejarawan terkenal pada masa itu ialah

• Abu Ismail Al-Azdy, Karyanya ialah Futuhus Syam.

• Al-Waqidy, Di antara karyanya yang terkenal ialah : Kitab Al-Magazy , Fath Afrika , Fathul Ajam , Fath Misr Wal Iskandairiyah .

• Ibnu sa'ad, Karyanya antara lain ialah At Thabaqatul Kubra.

• Ibnu Hisyam, Karyanya yang terkenal antara lain ialah Sirah Ibnu Hisyam .


Ilmu Geografi

Di antara para pengarang ilmu geografi pada masa pemerintahan Daulah Abbsiyah ialah

• Ibnu Khardazabah. Karyanya yang terkenal antara lain adalah Kitabul Masalik wal Mamalik .

• Ibnul Haik. Di antara karyanya yang terkenal ialah Kitabusyifati Jaziratil Arab dan Kitabul Iklim

• Ibnu Fadlan. Karyanya yang terkenal ialah Rihlah Ibnu Fadlan .


Iimu Sastra

Di antara para penyair yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah ialah

• Abu Nuwas (145 – 198 H).

• Abul Atiyah (130 – 211 H).

• Abu Tanam (wafat 232 H).

• Al-Matannabby (303 – 363 H).

• Ibnu Hani (326 – 363).

Kesimpulan

Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Bani Umayah yang telah runtuh di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa daulah ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti ini berkuasa selama lebih kurang lima abad, mulai dari tahun132-656 H / 750-1528. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Bagdad. Di antara para tokoh pendiri Daulah Abbasiyah ialah

Muhammad bin Ali, Ibrahim bin Muhammad bin Ali, Abul Abbas As-Shafah, Abu Ja'far Al-Mansur, dan Abu Muslim Al-Khurasani

Selama dinasti ini berkuasa, pemerintah Bani Abbasiyah terbagi menjadi 5 periode:



  1. Periode Pertama (132 H / 750 M – 232 H / 847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.

  1. Periode Kedua (232 H / 847 M – 334 H / 945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.

  1. Periode Ketiga (334 H / 945 M – 447 H / 1055 M), disebut masa pengaruh Persia kedua.

  1. Periode Keempat (447 H / 1055 M – 590 H / 1194 M), disebut masa pengaruh Turki kedua.

  1. Periode Kelima (590 H / 1194 M – 656 H / 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota baghdad.




Pada periode pertama, pemerintah abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuatan politik dan agama. Disisi lain, periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Tidak hanya itu saja, kemakmuran masyarakat juga mencapai tingkat tertinggi dimasa ini.

Adapun khalifah Bani Abbasiyah yang terkenal ialah

Abu Ja'far Al-Mansur

Harun Al-Rasyid

Abdullah Al-Makmun

Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya baru lembaga-lembaga non-formal yang disebut “ Ma'ahid”. Baru pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid didirikan lembaga pendidikan formal seperti “ Darul Hikmah” yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al-Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah. Di antara ilmu pengethuan yang berkembang pesat pada masa itu ialah Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawuf, Ilmu Bahasa, dan Ilmu Fiqih. Selain itu ikut pula berkembang ilmu-ilmu Aqli (rasional). Di antara ilmu-ilmu Aqli yang berkembang pada masa itu ialah Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Pasti, Farmasi dan Kimia, Filsafat, Ilmu Sejarah, Ilmu Geografi, dan Ilmu Sastra.


Daftar Pustaka

Hamka, Sejarah Umat Islam , Jakarta. Bulan Bintang, 2004.

Hasan, Ibahim Hasan , Sejarah dan Kebudayaan Islam , Yogya, Kota Kembang, 2000.

Hasymy, A. Sejarah Kebudayaan Islam , Jakarta, Bulan Bintang, 2000.

Yatim, Badry, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Hitti, PK History of the Arab , ed.9. New York. Collear by Club. 1966.

Yatim, Badry, Sejarah Peradaban Islam , Jakarta, Rajawali perss, 1993

www. Hitsuke.blogspot.com

Postingan populer dari blog ini

TO BE AND AUXILIARY VERB

ISLAM SEBAGAI AJARAN, PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN

Etika Guru Terhadap Atasan (Pemimpin)