ZAKAT


BAB I
PENDAHULUAN


            Zakat adalah rukun islam yang bercorak sosial-ekonomi dari ilmu rukun islam. Dengan zakat, disamping ikrar tauhid (syahadat), dan shalat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan ummat islam dan diakui keislamannya, sesuai dengan firman Allah :


Artinya : “Tetapi bila mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan membayar zakat, barulah mereka saudara kalian seagama”.
            Zakat itu wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu serta memenuhi persyaratan karena menunaikan zakat merupakan salah satu rukun islam. Zakat adalah sebagai salah satu wujud atau bentuk ibadah kepada Allah dengan bentuk-bentuk ibadah lainnya berfungsi mendekatkan diri kepada Allah swt. Semakin patuh dan taat seseorang menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia semakin dekat dengan Allah.
            Namun, untuk lebih jelasnya pengertian mengenaio zakat penulis akan menguraikannya pada Bab berikutnya.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat
         Zakat menurut bahasa (lughah) mempunyai beberapa arti sebagai berikut :
a.                                (tumbuh, bertambah)
b.                              (kebersihan)
c.                                (keberkahan)
d.                               (penyucian).
         Adapun pengertian zakat menurut syara` adalah ; pemberian sesuatu yang wajib di berikan dari kumpulan harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan yang tertentu yang berhasil menerimanya.[1]

B. Tujuan Zakat
         Zakat adalah sebagai salah satu rukun islam yang mempunyai kedudukan yang sangat penting, dan melalui zakat ini juga dapat meningkatkan martabat hidup manusia dan masyarakat.[2]
         Zakat ini juga mempunyai fungsi dan tujuannya kalau dilihat dari aspeknya sebagai berikut :
a.       Hubungan manusia dengan Allah.
b.      Hubungan manusia dengan dirinya
c.       Hubungan manusia dengan masyarakat
d.      Hubungan manusia dengan harta benda.

C. Macam-Macam Zakat
         Pada garis besarnya, zakat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.       Zakat harta (mal) seperti, zakat emas, perak, binatang ternak, hasil tumbuh-tumbuhan baik berupa buah-buahan maupun biji-bijian, dan harta perniagaan.
b.      Zakat jiwa (nafs) yang di dalam masyarakat kita kenal dengan sebutan zakat fitrah (zakat fitri), yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan pada hari menjelang Idul Fitri.

D. Hukum Zakat
         Zakat adalah fardhu yang wajib atas setiap muslim melalui harta benda dengan syarat-syarat tertentu. Hukum mengeluarkan zakat yang sudah wajib (cukup jumlah harta tertentu) adalah wajib.[3] Hukum wajibnya mengeluarkan zakat ditetapkan berdasarkan Al-Qur`an :


Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-                                                     orang yang ruku`”. (Al-baqarah : 43)
         Firman Allah :


Artinya : “Dirikanlah shalat tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul”. (An-nur :56)
         Sabda Rasulullah saw :




Artinya : “Islam itu di tegakkan atas lima dasar, yaitu : bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Aallah dan nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, menunaikan zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa pada bulan Ramadhan”. (muttafaqun Alaihi)
E. Kedudukan Zakat
         Kedudukan zakat yaitu sebagai ruang tengah islam, barang siapa yang menegakkannya berarti ia menegakkan agama islam, dan barang siapa yang meuntuhkannya berarti ia telah meruntuhkan islam.[4]
         Di dalam islam Al-Qur`an perintahkan menegakkan shalat dan menunaikan zakat selalu disebut beriringan. Ia menunjukkan bahwa zakat termasuk ibadah pokok yang tidak diabaikan.

F. Orang Wajib Zakat
         Zakat itu wajib bagi setiap muslim merdeka, yang memilih satu nishab salah satu jenis harta yang wajib di keluarkan zakatnya.[5]
         Sabda Rasulullah saw :

Artinya : “Tidak wajib zakat kecuali dari pihak si kaya”. (Riwaya Ahmad dan Bukhari)
         Pada ayat di atas menyatakan bahwa zakat itu wajib atas si kaya yaitu yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan yang vital bagi seseorang seperti untuk makan, pakaian, dan tempat tinggal.[6] Adapun orang yang enggan mengeluarkan zakat, tetapi tidak mengingkari wajibnya, maka ia berdosa dan zakatnya harus diambil oleh yang berwajib.

Zakat Mal
A. Benda-benda Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
1.      Zakat binatang ternak
         Binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu : unta, sapi (kerbau) dan kambing (termasuk domba atau biri-biri). Binatang-binatang ternak tersebut di atas wajib zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
-          Digembalakan di padang rumput sepanjang tahun.
-          Ternak itu untuk produksi susu atau daging, bukan untuk bertani.
-          Telah dimiliki selama satu tahun.
         Sabda Rasulullah saw.


Artinya : “Tidaklah wajib zakat pada harta seseorang sebelum sampai satu tahun dimilikinya”. (HR. Ad-daruquthny)
-          Tidak dipekerjakan, maksudnya binatang tersebut tidak dipekerjakan untuk keperluan pemiliknya, seperti untuk dipakai membajak sawah, manarik gerobak, dan lain-lain. Persyaratan ini khusus berlaku pada unta, dan sapi. (termaksuk kerbau).
         Sabda Rasululah saw.

Artinya : “Tidaklah wajib zakat pada sapi yang digunakan untuk bekerja”. (HR. Abu Daud dan Ad-Daruquthny).

B. Nisab Ternak Unta dan Zakatnya
         Perincian nisab unta zakatnya, dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Anas ra :


Artinya : “Barang siapa tidak memiliki selain 4 ekor unta, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya, kecuali jika pemiliknya rela bersedekah. Apabila telah sampai lima ekor unta, maka wajiblah di zakati dengan seekor anak kambing”. (Riwayat Bukhari)
         Nishab dan zakat unta adalah sebagai berikut :
Nishab
Zakatnya
Jenis Umur
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
46-60
61-75
76-90
91-120
121
1 ekor kambing
2 ekor kambing
3 ekor kambing
4 ekor kambing
1 ekor unta betina
1 ekor unta betina
1 ekor unta
1 ekor unta
2 ekor unta
2 ekor unta
3 ekor unta
2 tahun
2 tahun
2 tahun
2 tahun
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
2 tahun
3 tahun
2 tahun

         121 ke atas zakatnya diperhitungkan setiap 40 ekor unta dikeluarkan zakatnya seekor unta yang berumur 2 tahun labih, dan setiap 50 ekor unta dikeluarkan zakatnya seekor unta yang berumur 3 tahun lebih.[7]

C. Nishab Ternak Sapi
         Nishab ternak sapi atau kerbau, dijelaskan dalam hadits nabi yang diriwaayatkan oleh lima orang ahli hadits dan dari Muadz bin Jabal ra :






         Nishab dan zakat sapi
Nishab
Zakatnya
Jenis umur
30-39
40-59
1 ekor sapi (kerbau)
1 ekor sapi (kerbau)
Tabi`ah (1 tahun lebih)
Musinnah (2 tahun lebih)
60 ke atas zakatnya diperhitungkan setiap 30 ekor sapi (kerbau) dikeluarkan seekor sapi (kerbau) yang berumur 1 tahun lebih, dan setiap 40 ekor sapi (kerbau) yang berumur 2 tahun lebih.

D. Nishab dan Zakat Ternak Kambing
         Nishab ternak kambing, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra. Dalam surat Abu Bakar, ia berkata :






Artinya : “Dan nishab kambing yang digembalakan. Jika telah ada 40 ekor sampai dengan 120 ekor zakatnya seekor anak kambing, jika lebih dari 120 ekor sampai dengan 200 ekor zakatnya dua ekor anak kambing, jika lebih dari 200 sampai dengan 300 ekor zakatnya tiga ekor kambing, jika lebih dari 300, maka tiap-tiap 200 ekor zakatnya seekor anak kambing”. (Riwayat Bukhari)[8]
         Nishab dan zakat ternak kambing zakatnya
Nishabnya
Zakatnya
Umurnya
40-120 ekor
121-200 ekor
201-399 ekor
400 ekor
1 ekor anak kambing
2 ekor anak kambing
3 ekor anak kambing
4 ekor anak kambing
2 tahun
2 tahun

2 tahun
2 tahun

         Hikmah zakat binatang ternak
         Binatang ternak diciptakan oleh Allah swt buat kepentingan manusia. Manfaatnya banyak sekali, seperti untuk alat angkatan, dan kulitnya dan lain-lain.

E. Zakat Barang Tambang. (Emas dan Perak)
         Zakat barang tambang berupa emas dan perak, baik berupa uang. Jika sudah mencapai nishab wajib dikeluarkan zakatnya, dan kadar zakatnya adalah 2,5 % atau 1/40 (seperempat puluh).
         Adapun nishab emas adalah 20 dinar, berat timbangannya kurang lebih 94 gram, sementara zakatnya yang harus dikeluarkan adalah sebesar 2,5 %. Sedangkan nishab perak adalah sebesar 200 dirham, berat timbangannya kurang lebih 624 gram, sementara zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
         Hikmah zakat emas dan perak
         Emas dan perak adalah barang berharga, tidak semua orang bisa memilikinya apalagi dalam jumlah yang banyak. Kerana itu setiap manusia itu punya kecenderungan untuk memilikinya dan menyukaianya. [9]

F. Zakat Hasil Tanaman Bijian-bijian dan Buah-buahan
         Hasil tanaman baik biji-bijian seperti : beras, jagung, gandum maupun buah-buahan. Dan hasil tanaman dan buah-buahan wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah sampai nishab.
         Firman Allah :


Artinya : “Dan tunaikanlah haknya (zakat hasil tanaman) pada hari memetik hasilnya”. (Al-an`am : 141).
         Nishab dan jumlah zakat hasil tanaman
         Adapun nishab untuk hasil tanaman baik berupa biji-bijian maupun buah-buahan adalah 5 wasaq. Apabila menggunakan ukuran liter, kurang lebih 930 liter, karena wasaq sama dengan 60 sha`. Sementara 1 sha` sama dengan 3,1 liter, jadi 5 wasaq sama dengan 5x60x3,1 liter = 930 liter.
         Sabda Rasulullah saw :


Artinya : “Tidak wajib zakat pada biji-bijiandan buah-buahan sehingga mencapai jumlah 5 wasaq”. (HR. Muslim)
         Sabda Rasulullah saw :



Artinya : “Dari Abu Sa`id ; sesungguhnya Nabi saw bersabda “satu wasaq itu adalah 60 sha`”. (HR Ahmad dan Ibn Majah)
         Mengenai ukuran zakatnya, untuk hasil tanaman yang di airi dengan air sungai atau air hujan adalah sebesar 1/10 (10%), sedangkan untuk hasil tanaman yang di airi dengan menggunakan alat yang memerlukan biaya, adalah sebesar 1/20 (5%).
         Hikmah zakat hasil tanaman
         Seorang petani yang mengelola sawah, ladang ataupun kebun, sudah barang tentu mengharapkan hasil tanaman yang baik dan banyak. Hal ini bisa dicapai antara lain dengan tersedianya air yang cukup. Untuk itu Allah swt menurunkan hujan agar tanaman bisa tumbuh dan agar mata air serta sungai tidak kering.
         Semua ini merupakan nikmat Allah yang perlu kita syukuri. Bagi seorang petani muslim yang berhasil dengan baik dalam mengelola tanahnya serta menghasilkan tanaman yang sudah mencapai nishab, serta rasa syukur tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk zakat.

G. Zakat Harta Perniagaan
      Seorang pengusaha atau pedagang, apabila harta perniagaannya atau harta yang diperdagangkan telah mencapai nishab wajib atasnya mengeluarkan zakat harta yang diniagakan itu.
      Firman Allah dalam Al-Qur`an :


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagai dari hasil usahamu yang baik-baik”. (Al-Baqarah : 267).
      Sabda Rasulullah saw :


Artinya : “Kain-kain yang disediakan untuk di jual, wajib dikeluarkan zakatnya”. (HR. A-Hakim).[10]
               Nishab dan jumlah harta perniagaan
         Nishab harta perniagaan menurut pokoknya. Kalau pokoknya emas, nishabnya seperti nisab emas (seharga + 94 gram emas). Kalau pokoknya perak, maka nishabnya seperti nishab perak (seharga + 624 gram perak). Harta perniagaan hendaklah dihitung berdasarkan harga pokok (emas atau perak), dan ukuran zakatnya juga sebelum zakat emas atau perak, yaitu 1/40 (2,5%).
         Hikmah diwajibkan mengeluarkan zakat dan jenis-jenis harta tersebut, pada intinya adalah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt yang telah menganugerahkan harta tersebut dan sebagai rasa kesetiakawanan sosial terhadap kaum fakir-miskin yang memerlukan bantuan dan pertolongan.
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
         Zakat merupakan pengeluaran kadar harta tertentu dari seseorang kepada golongan orang-orang tertentu dengan beberapa persyaratan.
         Tujuan zakat sebagai berikut :
-          Hubungan manusia dengan Allah
-          Hubungan manusia dengan dirinya
-          Hubungan manusia dengan masyarakat
-          Hubungan manusia dengan harta benda.
         Zakat terbagi ke dalam 2 macam :
-          Zakat harta (mal)
-          Zakat jiwa atau zakat fitrah
         Jenis benda-benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu : binatang ternak, emas dan perak, hasil tanaman, harta perniagaan, barang tambang, dan harta rikaz (harta terpendam).
         Masing-masing jenis harta tersebut di atas wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai kadar nishab tertentu. Besar zakat yang harus dikeluarkan berbeda-beda sesuai dengan ketentuan nash yang ada.



[1] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat, (Jakarta : PT Pustaka Mizan, 1987), hlm. 205.000
[2] Ibid.
[3] Suparta, dkk. Fiqih I, (Jakarta : Depertemen Agama, 1997), hlm. 348-355
[4] Mudjahit, dkk. Fiqih II, (Jakarta : Departemen Agama, 1997), hlm. 239-254
[5] Ibid. hlm. 258
[6] Ibid.
[7] Yusuf Qadawi. Op. cit. hlm. 100
[8] Zakian Darajat. Zakat, (Jakarta : Ruhama, 1996), hlm. 65
[9] Ibid. hlm. 66
[10] Wahbah Al-Zuhayly. Zakat, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 180-182.
an sS&�-= f � P y:"Arial Narrow","sans-serif"'>[v] Kepercayaan kepada thaghut terlihat pada tingkah laku seperti keyakinan terhadap kekuatan mistik, larut mencari kekuatan jin, mencari tenaga roh-roh gaib, paham kejailangkungan, bertapa di tempat sepi dan angker, semuanya tampil karena hilangnya tauhid dan akhirnya menipu diri sendiri.

run:ye�$�.� < � P gkafiran  di  sini   berdasar   atas
berlawanannya   falsafat  tidak  adanya  pembangkitan  jasmani
dengan teks al-Qur'an yang adalah wahyu dari Tuhan.
 
Pengkafiran tentang masalah  ketiga,  Tuhan  tidak  mengetahui
perincian  yang  ada  di  alam  juga  didasarkan  atas keadaan
falsafat itu, berlawanan dengan  teks  ayat  dalam  al-Qur'an.
Sebagai  umpama  dapat  disebut  ayat  59 dari surat al-An'am:
Tiada daun yang jatuh yang tidak diketahui-Nya.
 
Pengkafiran al-Ghazali ini membuat orang di dunia Islam bagian
timur   dengan   Baghdad   sebagai  pusat  pemikiran  menjauhi
falsafat.  Apalagi  di  samping  pengkafiran  itu   al-Ghazali
mengeluarkan  pendapat  bahwa  jalan sebenarnya untuk mencapai
hakikat bukanlah  filsafat  tetapi  tasawuf.  Dalam  pada  itu
sebelum  zaman  al-Ghazali  telah  muncul  teologi  baru  yang
menentang teologi rasional Mu'tazilah. Teologi baru itu dibawa
oleh  al-Asy'ari (873-935) yang pada mulanya adalah salah satu
tokoh teologi rasional. Oleh  sebab-sebab  yang  belum  begitu
jelas   ia  meninggalkan  paham  Mu'tazilahnya  dan  munculkan
sebagai  lawan  dari  teologi  Mu'tazilah  teologi  baru  yang
kemudian dikenal dengan nama teologi al-Asy'ari.
 
Sebagai lawan dari teologi rasional Mu'tazilah teologi Asy'ari
bercorak  tradisional.  Corak  tradisionalnya   dilihat   dari
hal-hal
 
 1. Dalam teologi ini akal mempunyai kedudukan rendah
    sehingga kaum Asy'ari banyak terikat kepada arti
    lafzi dari teks wahyu. Mereka tidak mengambil arti
    tersurat dari wahyu untuk menyesuaikannya dengan
    pemikiran ilmiah dan filosofis.
    
 2. Karena akal lemah manusia dalam teologi ini
    merupakan manusia lemah dekat menyerupai anak yang
    belum dewasa yang belum bisa berdiri sendiri tetapi
    masih banyak bergantung pada orang lain untuk
    membantunya dalam hidupnya. Teologi ini mengajarkan
    paham jabariah atau fatalisme yaitu percaya kepada
    kada dan kadar Tuhan. Manusia di sini bersikap
    statis.
    
 3. Pemikiran teologi al-Asy'ari bertitik tolak dari
    paham kehendak mutlak Tuhan. Manusia dan alam ini
    diatur Tuhan menurut kehendak mutlakNya dan bukan
    menurut peraturan yang dibuatnya. Karena itu hukum
    alam dalam teologi ini, tak terdapat, yang ada ialah
    kebiasaan alam. Dengan demikian bagi mereka api tidak
    sesuai dengan hukum alam selamanya membakar tetapi
    biasanya membakar sesuai dengan kehendak mutlak
    Tuhan.
 
Jelas teologi tradisional al-Asy'ari ini tidak mendorong  pada
berkembangnya   pemikiran  ilmiah  dan  filosofis  sebagaimana
halnya dengan teologi rasional Mu'tazilah. Sesudah al-Ghazali,
teologi  tradisional  inilah  yang  berkembang  di dunia Islam
bagian  Timur.  Tidak   mengherankan   kalau   sesudah   zaman
al-Ghazali  ilmu  dan  falsafat tak berkembang lagi di Baghdad
sebagaimana sebelumnya di zaman Mu'tazilah  dan  filsuf-filsuf
Islam.
III.13. FILSAFAT ISLAM                                   (3/3)
oleh Harun Nasution
 
Di  dunia  Islam  bagian  Barat  yaitu di Andalus atau Spanyol
Islam, sebaliknya pemikiran filsafat masih berkembang  sesudah
serangan  al-Ghazali  tersebut.  Ibn  Bajjah (1082-1138) dalam
bukunya Risalah al-Wida', kelihatannya mencela al-Ghazali yang
berpendapat  bahwa  bukanlah akal tetapi al-dzauq dan ma'rifat
sufilah yang membawa orang kepada kebenaran yang meyakinkan.
 
Ibn Tufail (w. 1185 M) dalam bukunya Hayy Ibn  Yaqzan  malahan
menghidupkan  pendapat  Mu'tazilah  bahwa  akal manusia begitu
kuatnya sehingga ia dapat mengetahui masalah-masalah keagamaan
seperti  adanya  Tuhan, wajibnya manusia berterimakasih kepada
Tuhan, kebaikan serta kejahatan dan kewajiban manusia  berbuat
baik  dan  menjauhi  perbuatan  jahat. Dalam hal-hal ini wahyu
datang untuk memperkuat akal. Dan akal orang yang terpencil di
suatu  pulau,  jauh  dari  masyarakat  manusia, dapat mencapai
kesempurnaan sehingga ia sanggup menerima pancaran  ilmu  dari
Tuhan,  seperti yang terdapat dalam falsafat emanasi Al-Farabi
dan Ibn Sina.
 
Tapi Ibn Rusyd-lah (1126-1198 M) yang mengarang  buku  Tahafut
al-Tahafut  sebagai  jawaban terhadap kritik-kritik Al-Ghazali
yang ia uraikan dalam Tahafut al-Falasifah.
 
Mengenai masalah pertama qidam al-alam, alam  tidak  mempunyai
permulaan  dalam  zaman,  konsep  al-Ghazali bahwa alam hadis,
alam  mempunyai  permulaan  dalam  zaman,  menurut  Ibn  Rusyd
mengandung arti bahwa ketika Tuhan menciptakan alam, tidak ada
sesuatu di samping Tuhan. Tuhan, dengan kata lain,  di  ketika
itu  berada  dalam kesendirianNya. Tuhan menciptakan alam dari
tiada atau nihil.
 
Konsep  serupa  ini,  kata  Ibn  Rusyd,  tidak  sesuai  dengan
kandungan   al-Qur'an.  Didalam  al-Qur'an  digambarkan  bahwa
sebelum  alam  diciptakan  Tuhan,   telah   ada   sesuatu   di
sampingNya. Ayat 7 dari surat Hud umpamanya mengatakan,
 
Dan  Dia-lah  yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari
dan takhtaNya (pada waktu itu) berada di atas air.
 
Jelas disebut dalam ayat ini, bahwa ketika  Tuhan  menciptakan
langit  dan bumi telah ada di samping Tuhan, air. Ayat 11 dari
Ha Mim menyebut pula,
 
Kemudian Ia pun naik ke langit sewaktu ia masih merupakan uap.
 
Di sini yang ada di samping Tuhan adalah uap,  dan  air  serta
uap  adalah  satu.  Selanjutnya  ayat  30 dari surat al-Anbia'
mengatakan pula,
 
Apakah orang-orang yang tak percaya tidak melihat bahwa langit
dan   bumi  (pada  mulanya)  adalah  satu  dan  kemudian  Kami
pisahkan. Kami jadikan segala yang hidup dari air.
 
Ayat ini mengandung arti bahwa langit dan  bumi  pada  mulanya
berasal  dari  unsur  yang satu dan kemudian menjadi dua benda
yang berlainan.
 
Dengan ayat-ayat serupa inilah Ibn  Rusyd  menentang  pendapat
al-Ghazali bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada dan bersifat
hadis dan menegaskan bahwa pendapat itu  tidak  sesuai  dengan
kandungan  al-Qur'an.  Yang  sesuai dengan kandungan al-Qur'an
sebenarnya adalah konsep al-Farabi, Ibn Sina dan filsuf-filsuf
lain.  Di  samping  itu, kata khalaqa di dalam al-Qur'an, kata
Ibn  Rusyd,  menggambarkan  penciptaan  bukan  dari   "tiada,"
seperti  yang dikatakan al-Ghazali, tetapi dari "ada," seperti
yang dikatakan para filsuf. Ayat 12  dari  surat  al-Mu'minun,
menjelaskan,  Kami  ciptakan  manusia  dari  inti  sari tanah.
Manusia di  dalam  al-Qur'an  diciptakan  bukan  dari  "tiada"
tetapi  dari  sesuatu yang "ada," yaitu intisari tanah seperti
disebut oleh ayat di  atas.  Filsafat  memang  tidak  menerima
konsep  penciptann  dari  tiada  (creatio ex nihilo). "Tiada,"
kata Ibn Rusyd tidak bisa berubah menjadi "ada," yang  terjadi
ialah "ada" berubah menjadi "ada" dalam bentuk lain. Dalam hal
bumi, "ada" dalam bentuk materi asal yang empat dirubah  Tuhan
menjadi  "ada"  dalam  bentuk  bumi. Demikian pula langit. Dan
yang  qadim  adalah  materi  asal.  Adapun  langit  dan   bumi
susunannya adalah baru (hadis).
 
Qadimnya  alam,  menurut  penjelasan  Ibn  Rusyd tidak membawa
kepada politeisme atau ateisme, karena qadim  dalam  pemikiran
filsafat  bukan  hanya  berarti sesuatu yang tidak diciptakan,
tetapi juga berarti  sesuatu  yang  diciptakan  dalam  keadaan
terus  menerus,  mulai  dari  zaman tak bermula di masa lampau
sampai ke zaman tak berakhir di  masa  mendatang.  Jadi  Tuhan
qadim  berarti  Tuhan tidak diciptakan, tetapi adalah Pencipta
dan alam qadim berarti alam  diciptakan  dalam  keadaan  terus
menerus  dari  zaman tak bermula ke zaman tak berakhir. Dengan
demikian sungguhpun  alam  qadim,  alam  bukan  Tuhan,  tetapi
adalah ciptaan Tuhan,
 
Bahwa  alam  yang  terus  menerus dalam keadaan diciptakan ini
tetap akan ada dan baqin digambarkan juga oleh al-Qur'an. Ayat
47/8 dari surat Ibrahim menyebut:
 
Janganlah   sangka  bahwa  Allah  akan  menyalahi  janji  bagi
rasul-rasulNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa dan Maha Pemberi
balasan  di  hari  bumi  ditukar  dengan  bumi  yang  lain dan
(demikian pula) langit.
 
Di hari perhitungan atau pembalasan nanti,  tegasnya  di  hari
kiamat,  Tuhan akan menukar bumi ini dengan bumi yang lain dan
demikian pula langit sekarang akan ditukar dengan langit  yang
lain.  Konsep  ini mengandung arti bahwa pada hari kiamat bumi
dan langit sekarang akan hancur susunannya dan menjadi  materi
asal api, udara, air dan tanah kembali; dari keempat unsur ini
Tuhan akan menciptakan bumi dan langit yang  lain  lagi.  Bumi
dan  langit ini akan hancur pula, dan dari materi asalnya akan
diciptakan pula bumi dan  langit  yang  lain  dan  demikianlah
seterusnya  tanpa  kesudahan.  Jadi  pengertian  qadim sebagai
sesuatu yang berada dalam kejadian terus menerus adalah sesuai
dengan kandungan al-Qur'an.
 
Dengan  demikian al-Ghazali tidak mempunyai argumen kuat untuk
mengkafirkan filsuf dalam  filsafat  mereka  tentang  qadimnya
alam.  Kedua-duanya, kata Ibn Rusyd, yaitu pihak al-Farabi dan
pihak  al-Ghazali  sama-sama  memberi  tafsiran  masing-masing
tentang  ayat-ayat  al-Qur'an  mengenai  penciptaan alam. Yang
bertentangan bukanlah pendapat filsuf dengan al-Qur'an, tetapi
pendapat filsuf dengan pendapat al-Ghazali.
 
Mengenai  masalah kedua, Tuhan tidak mengetahui perincian yang
terjadi di alam, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof  tak
pernah  mengatakan  demikian.  Menurut mereka Tuhan mengetahui
perinciannya; yang mereka  persoalkan  ialah  bagaimana  Tuhan
mengetahui  perincian  itu.  Perincian  berbentuk  materi  dan
materi  dapat  ditangkap  pancaindra,  sedang  Tuhan  bersifat
immateri dan tak mempunyai pancaindra.
 
Dalam  hal  pembangkitan  jasmani,  Ibn  Rusyd  menulis  dalam
Tahafut al-Tahafut bahwa filsuf-filsuf Islam tak menyebut  hal
itu.  Dalam  pada  itu  ia  melihat  adanya pertentangan dalam
ucapan-ucapan al-Ghazali. Di  dalam  Tahajut  al-Falasifah  ia
menulis  bahwa  dalam  Islam  tidak ada orang yang berpendapat
adanya pembangkitan rohani saja, tetapi di dalam buku lain  ia
mengatakan,   menurut   kaum   sufi,   yang  ada  nanti  ialah
pembangkitan rohani dan pembangkitan jasmani tidak ada.
 
Dengan demikian al-Ghazali juga  tak  mempunyai  argumen  kuat
untuk  mengkafirkan  kaum filsuf dalam pemikiran tentang tidak
tahunya Tuhan tentang  perincian  di  alam  dan  tidak  adanya
pembangkitan   jasmani.  Ini  bukanlah  pendapat  filsuf,  dan
kelihatannya adalah kesimpulan yang  ditarik  al-Ghazali  dari
filsafat mereka.
 
Dalam  pada itu Ibn Rusyd, sebagaimana para filsuf Islam lain,
menegaskan  bahwa  antara  agama  dan   falsafat   tidak   ada
pertentangan,  karena  keduanya  membicarakan  kebenaran,  dan
kebenaran tak berlawanan dengan  kebenaran.  Kalau  penelitian
akal  bertentangan  dengan  teks  wahyu  dalam  al-Qur'an maka
dipakai ta'wil; wahyu diberi arti majazi. Arti  ta'wil  adalah
meningga]kan  arti  lafzi  untuk  pergi ke arti majazi. Dengan
kata lain,  meninggalkan  arti  tersurat  dan  mengambil  arti
tersirat.  Tetapi arti tersirat tidak boleh disampaikan kepada
kaum awam, karena mereka tak dapat memahaminya.
 
Antara filsafat dan agama Ibn Rusyd  mengadakan  harmoni.  Dan
dalam   harmoni   ini   akal   mempunyai   kedudukan   tinggi.
Pengharmonian akal dan wahyu ini sampai ke Eropa dan  di  sana
dikenal  dengan averroisme. Salah satu ajaran averroisme ialah
kebenaran  ganda,  yang  mengatakan  bahwa  pendapat  filsafat
benar,   sungguhpun   menurut  agama  salah.  Agama  mempunyai
kebenarannya sendiri. Dan averroisme inilah  yang  menimbulkan
pemikiran rasional dan ilmiah di Eropa.
 
Tak  lama  sesudah  zaman  Ibn  Rusyd  umat  Islam  di Spanyol
mengalami kemunduran besar dan kekuasaan luas Islam sebelumnya
hanya  tinggal  di  sekitar  Granada di tangan Banu Nasr. Pada
1492 dinasti ini terpaksa menyerah kepada Raja Ferdinand  dari
Castilia. Dengan hilangnya Islam dari Andalus atau di Spanyol,
hilang pulalah pemikiran rasional dan ilmiah dari dunia  Islam
bagian barat.
 
Di  dunia  Islam  bagian  timur,  kecuali  di kalangan Syi'ah,
teologi tradisional al-Asy'ari dan pendapat  al-Ghazali  bahwa
jalan tasawuf untuk mencapai kebenaran adalah lebih meyakinkan
dari  pada  jalan  filsafat.  Hilanglah  pemikiran   rasional,
filosofis  dan  ilmiah  dari dunia Islam sunni sehingga datang
abad XIX dan umat Islam dikejutkan oleh kemajuan  Eropa  dalam
bidang  pemikiran,  filsafat dan sains, sebagaimana disebut di
atas, berkembang di Barat atas pengaruh  metode  berpikir  Ibn
Rusyd yang disebut averroisme. Semenjak itu pemikiran rasional
mulai  ditimbulkan  oleh  pemikir-pemikir  pembaruan   seperti
al-Afghani, Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, dan lain-lain.
 
DAFTAR KEPUSTAKAAN
 
De Boer, TJ., History of Philosophy in Islam, Tranl. E.R.
Jones, London, Luzac & Co., 1970.
 
Al-Farabi, Rasail, Hyderabad, t.t.
 
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Kairo, Dar al-Ma'arif, 1966.
 
Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dalal, Cairo, al-Maktab al-Fanni,
1961.
 
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta,
Bulan Bintang, 1983.
 
Ibn Rusyd, Tahafut al-Tahafut, Kairo, Dar al-Ma'arif, 1964.
 
Ibn Rusyd, Fals al-Maqal, London, J.E. Brill, 1969.
 
Ibn Sina, Al-Najah, Kairo, M.B. al-Halabi, 1938.
 
O. Leary, De Lacy, How Greek Science Passed to The Arabs,
London, Routledge & Kegan Paul, 1964.
 
Sharif M.M., ed., A History of Muslim Philosophy, Weisbaden,
1963.

Postingan populer dari blog ini

TO BE AND AUXILIARY VERB

ISLAM SEBAGAI AJARAN, PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN

Etika Guru Terhadap Atasan (Pemimpin)